Aku lupa pada catatan harianku….! Mencatat harian bukanlah aktifitas layaknya aktifitas rutinitas sembahyang. Kucurahkan segala perasaan karena malam ini di tengah listrik padam yang cukup berkepanjangan, hujan mewarnai gemerlap malam. Baru tiga baris kucurahkan pikiran lampuku menyala, tak kemudian membuatku surut berhenti ungkapkan segala isi hati. Lilin senantiasa kunyalakan karena membuatku senantiasa nyaman. Hujan perlahan berjalan menuju reda. Kudengar obrolan, canda dan tawa kawan. Bahagianya aku di malam sebelum isya. Kehangatan ternyata tak mudah didapatkan. Kehangatan muncul di tengah rintikan hujan yang berkepanjangan, Ibu ? Aku belum setorkan ini muka hingga berminggu-minggu. Aku khawatir ini kan berlarut. Khawatir durhaka. Keinginan tuk tahu kan berita keluarga seolah tak peduli. Ampuni kesalahanku Robbi! Beberapa janji tak kutepati tentu saja menjadi catatan utang untuk para malaikat. Ku tak mau hal ini terbawa ke akhirat.
Perasaan….. di manakah? Kenapa kegundahan hati ini menjadi sesuatu yang bimbang. Satu sisi mesti konsisten terhadap diri. Belakangan hari kuberjanji untuk menunggu atas pengakuan seseorang. Pengakuan terhadap ketulusan bukanlah pengingkaran diri terhadap janji. Karena berkali-kali sudah kubilang bahwa realistis menjadi kemestian. Idealisme tak selamanya membuat diri menjadi nyaman akan perasaan. Dalam kondisi tertentulah idealisme akan menyakitkan.
Sudah kutegaskan bahwa manusia hanyalah sarana untuk menabur benih kejujuran, berpikir bersama, duduk bersama. Maka hakekat mencintai bukan pada persoalan siapa? Namun hakekat mencintai adalah apa yang akan dicintai?…?
Lagi-lagi materi….! Aku tak ingin materi menjadi jebakan yang akan meracuni sebuah hakekat…! Materi adalah manusia, maka materi itu fana karena bersifat fisik, apa lagi indera yang merasa. Namun yang menjadi pertimbangan adalah kepada siapakah benih cinta ini kan kutanam?…?…Siapapun kamu dari manapun, nggak ada permasalahan. Bagaimanapun tingkat kesolihatan menjadi tak peduli. Adanya kamu dan aku bukanlah untuk saling menggurui, namun kehadiran kita hanyalah tuk saling melengkapi. Mari kita duduk bersama. Mari kita melangkah bersama untuk mengisi catatan kehidupan untuk mewarnai pelangi kehidupan. Tak mesti kita selamanya bahagia karena di dalam penderitaan banyak sesuatu yang tersembunyi.
Keindahan tak melulu dalam suasana bahagia. Keindahan sekalipun akan muncul dalam derita dan kesunyian. Dalam detik ini pun kuberada dalam kesendirian dan kesunyian. Akan kuukir kesunyian dengan goresan-goresan perasaan. Tak mudah tuk menggores hingga goresan itu membekas di dalam dirimu. Bekas goresan yang terukir itu dengan sendirinya lahir dan hal itu bergantung pada bagaimana kita memandang terhadap cinta.
Realistis….realistis…..itu yang mesti kita pegang. Bukan maksud aku menggombal, sekedar mengutarakan isi hati pada dirimu, tak banyak dari diriku yang kutawarkan, hanya bekal dengan apa adanyalah kita mampu melangkah bersama. Apa yang mesti kita perkaya dalam diri hanyalah perasaan.
Kesyukuranku atas canda, tawa kawan menjadi kepatutan. Tak selamanya kita mesti bahagia. Suatu hari nanti kan kita temui pertengkaran. Ya…. Pertengkaran. Dan itu keniscayaan serta keharusan untuk meraih emosi kita. Bukan mesti kita bertengkar. Terkadang di balik kebahagiaan tersembunyi benih ketidakjujuran yang sulit untuk membuka diri..
No comments:
Post a Comment