Friday, May 4, 2007

Perempuan itu adalah ibuku....

Perempuan itu masih tetap bekerja melayani para pembeli. Tak sedikit pun terlihat rona lelah apalagi keluh. Nampaknya lelah dan keluh tak ia simpan dalam kosa kata kehidupannya. Meski ia berjualan, untung rugi tak pernah singgah di pikirannya. Baginya berjualan bukanlah arena bisnis untuk meraup untung. Arena itu ia gunakan untuk bertegur sapa dan bercengkrama dengan sesama. Dari logika ekonomi, sungguh perilaku itu sangat keliru. Bahkan tolol. Tapi dari logika sosial, …ah menjadi takjub aku dibuatnya.

Perempuan itu tidaklah pintar. Sekolah yang ia kenyam hanyalah sampai tingkat SR (Sekolah Rakyat). Itu pun tidak ia tuntaskan. Sangat sedikit ia tahu tentang sesuatu. Tetapi ia pandai membuat orang lain lancar dalam urusannya meski untuk itu ia harus mengeluarkan energi dan materi. Tak pernah ia meminta balas. Harap memang ada. Tapi nampaknya ia bukanlah tujuan utama. Baginya, hadir dan mengalir bersama orang lain menjadi kenikmatan dalam ukurannya sendiri. Ia memang memiliki rumus hidup yang tak dapat ditiru dan dilakukan orang lain.

Perempuan itu sangatlah perkasa dalam arti sesungguhnya. Suaminya sudah meninggal dunia dan ia semakin perkasa. Ia begitu banggga dan mencintai suaminya justru ketika kekasihnya itu meninggalkannya untuk selama-lamanya. Seolah-olah apa yang pernah diucapkan diucapkan suaminya dulu ia tempat sebagai sabda pandhita ratu. Tetapi apakah dengan terus-menerus mengikuti titah sang kekasih ia tak lagi mandiri? Ternyata tidak. Ia ternyata mampu menempatkan titah itu sebagai pelajaran bukan perintah. Ia dapatkan pengetahuan itu tidak dari mana-mana, melainkan dari pengalaman hidup bersama dengan sang kekasih. Ah..sungguh ia telah mentransformasikan pengalamannya menjadi pengetahuan. Ia sungguh telah menjelma menjadi manusia dewasa. Ia seolah mengajari dengan cara berbeda bahwa kedewasaan tidaklah sama dengan bertambahnya umur. Setiap orang tumbuh dan bertambah umur. Tapi bukan berarti dewasa kalau tidak mentransformasikan pengalaman menjadi pengetahuan. Ia hanya berhenti menjadi sosok anak-anak yang bertubuh bongsor. Ajaib!

Perempuan itu lembut dan melembutkan. Kelembutan yang ia miliki tidaklah karena ia perempuan –sesuatu yang secara salah kaprah selalu dilekatkan kepada tubuh yang atau ingin bervagina dan berpayudara, melainkan sebagai cara yang ia miliki untuk mensiasati tekanan. Karena kelembutan itulah maka ia tidak mudah dipatahkan. Ia menjadi sosok yang tegar dan kokoh justru dengan kelembutannya. Ah..aku jadi tahu ternyata kelembutan, ketegaran, kekokohan dan bahkan kekuatan bukanlah perkara jenis kelamin, melainkan persoalan pilihan dan proses pembelajaran. Ia adalah sesuatu yang invented, sesuatu yang ditemukan bukan diberikan.

Perempuan itu sangatlah cantik justru karena aku mencintainya. Kita menangis atau tertawa karena kita sedih atau gembira. Bukan kita sedih atau gembira karena kita menangis atau tertawa. Begitu pula, dia begitu cantik karena aku mencintainya. Sesuatu yang pribadi. Sesuatu yang personal. Memang. Tapi dengan mencintainya aku bisa hidup dan menjalani kehidupan.

Perempuan itu adalah ibuku….

No comments: